Food Waste Makanan Pedas: Penanganannya Sangat Merepotkan
Makanan pedas sangat penting bagi keseharian masyarakat di berbagai belahan dunia, terutama Asia Tenggara dan Amerika Latin (Cortés-Ferré et al., 2021; Zhang et al., 2025). Di Indonesia, tren makanan pedas terus berkembang, apalagi di kalangan Gen Z. Gen Z cenderung memilih makanan pedas sebagai bagian dari gaya hidupnya sehingga memengaruhi keputusan pembelian makanan. Akibatnya, industri kuliner berkompetisi menciptakan produk & menu makanan pedas, supaya loyalitas konsumen tetap terjaga (Septiani & Fachri, 2024). Bahkan, kepopuleran makanan pedas ini menyebabkan rumah makan yang khusus menjual makanan pedas didatangi pengunjung setiap 1–2 menit, dan menyebabkan pengunjung harus mengantre selama 15–25 menit untuk memesan makanan (Ahse, 2014).
Menurut sains, makanan pedas sangat diminati karena beberapa faktor. Makanan pedas dapat memicu perasaan gembira dan menimbulkan adiksi yang diakibatkan oleh aktifnya hormon endorfin setelah mengonsumsi makanan pedas. Selain itu, capsaicin yang merupakan senyawa pemberi rasa pedas, juga berperan dalam meningkatkan produksi air liur sehingga memudahkan mulut saat mengonsumsi makanan yang cenderung kering, serta membantu tubuh beradaptasi dengan suhu panas (Spence, 2018). Maka dari itu, makanan pedas sangat populer di negara-negara yang beriklim tropis.
Kebiasaan mengonsumsi makanan pedas di beberapa negara juga tercermin dari food waste (sampah makanan) yang dihasilkan. Capsaicin banyak ditemukan pada food waste di kawasan Asia Tenggara, Amerika Latin, dan China bagian barat (Cortés-Ferré et al., 2021; Li et al., 2016; Zhang et al., 2025). Namun, senyawa capsaicin di dalam food waste menimbulkan berbagai masalah. Capsaicin dapat menimbulkan dampak negatif pada kesuburan tanah beserta ekosistem di dalamnya karena dapat mengubah komposisi kimiawi tanah apabila tidak dibuang secara hati-hati (Shu et al., 2023). Selain itu, zat capsaicin juga menghambat proses penguraian bahan organik sehingga sampah makanan tidak kunjung membusuk (Duan et al., 2025; Yue et al., 2021).
Terhambatnya penguraian ini juga tercermin saat food waste yang mengandung capsaicin diproses dengan cara anaerobic digestion (pencernaan oleh mikroba tanpa oksigen/anaerobik). Anaerobic digestion merupakan salah satu cara pengolahan food waste dengan memanfaatkan mikroba supaya menghasilkan gas metana yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, dan sisa padatannya dapat digunakan untuk pupuk. Dalam proses ini, capsaicin dapat memengaruhi struktur mikroba beserta enzim di dalamnya, sistem metabolit, dan sistem transfer elektron, sehingga menurunkan hasil metana secara signifikan, serta meningkatkan kadar amonia bebas yang justru menjadi racun bagi mikroba (Li et al., 2016; Wang et al., 2025; Yue et al., 2021).
Selain itu, capsaicin juga menghambat pemanfaatan food waste menjadi bahan baku industri lainnya. Salah satunya adalah transformasi food waste menjadi fengycin. Fengycin merupakan senyawa yang dibutuhkan untuk memberantas patogen tanaman. Fengycin diproduksi dari hasil fermentasi food waste yang kaya akan karbohidrat, protein, dan lemak, oleh bakteri Bacillus spp. Capsaicin menyebabkan pertumbuhan Bacillus spp terhambat karena memiliki sifat antimikroba, sehingga proses biosintesis fengycin menjadi terhambat, dan mengurangi efisiensi produksi senyawa (Duan et al., 2025).
Capsaicin juga menghambat transformasi food waste menjadi hidrogen yang diproses melalui metode dark fermentation. Hidrogen yang dihasilkan dari fermentasi food waste dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Capsaicin dapat menghambat produksi hidrogen karena mengurangi bakteri yang menghasilkannya, seperti Clostridium dan Bacteroides. Sebaliknya, capsaicin justru meningkatkan jumlah bakteri lain seperti Bifidobacterium, sehingga bakteri penghasil hidrogen harus bersaing dalam mendapatkan nutrisi. Tidak hanya itu, capsaicin juga merusak aktivitas yang ada di dalam sel penghasil hidrogen. Capsaicin dapat mengganggu jalur produksi hidrogen dengan merusak jalur metabolisme bakteri (jalur NADH, formate-decomposition, dan pyruvate), serta mengurangi aktivitas mikroba dengan menghambat transportasi ABC (mekanisme mengangkut nutrisi keluar/masuk sel), menghambat pembentukan biofilm (lapisan pelindung untuk kelangsungan hidup mikroba), dan menghambat aktivitas ribosom (pembentuk protein untuk hidup dan berkembang). Bahkan capsaicin juga memicu terjadinya apoptosis (mekanisme penghancuran dirinya sendiri) pada sel mikroba penghasil hidrogen (Zhang et al., 2025).
Capsaicin juga menghambat produksi asam laktat yang berasal dari food waste. Asam laktat bisa digunakan sebagai bahan baku pengawet makanan, larutan pembersih luka, bahkan plastik biodegradable. Akan tetapi, bakteri yang memfermentasi food waste menjadi asam laktat, seperti Lactobacillus bulgaricus, akan terhambat apabila terdapat kandungan capsaicin. Capsaicin dapat memberikan tekanan besar dengan memicu terjadinya apoptosis dan menghambat aktivitas enzim penghasil asam laktat. Selain itu, capsaicin juga mengubah jalur fermentasi, yang awalnya ditujukan memproduksi asam laktat, justru berubah menjadi volatile fatty acid (VFA) karena hasilnya lebih dominan. Padahal, VFA memiliki nilai ekonomi dan kegunaan yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan asam laktat (Hu et al., 2025).
Capsaicin juga terbukti menghambat proses produksi short-chain fatty acid (SCFA) yang berasal dari fermentasi food waste. SCFA merupakan kelompok asam lemak yang memiliki rantai karbon pendek (kurang dari 6 atom karbon), seperti asam asetat, asam propionat, dan asam butirat, yang berguna untuk industri makanan dan kesehatan. Adanya capsaicin menghambat proses sintesis, migrasi sel, bahkan mengancam kelangsungan hidup bakteri (Du et al., 2023).
Tidak hanya berbahaya bagi fermentasi, capsaicin juga berbahaya bagi proses pengomposan. Cacing kompos memiliki kulit yang rapuh dan sistem saraf yang mudah terganggu akibat rasa panas dari capsaicin. Capsaicin juga mengganggu keseimbangan mikroorganisme, dan menyebabkan fluktuasi pH di dalam tempat kompos. Kedua hal ini dapat memberikan sinyal stres yang membahayakan bagi kehidupan cacing (Worm Farming Secrets, n.d.).
Akibat berbagai hambatan ini, beberapa penelitian mengusulkan upaya tambahan untuk menghilangkan capsaicin dari food waste sebelum memasuki proses anaerobic digestion dan fermentasi lainnya, supaya tidak mengganggu produksi bahan kimia yang diinginkan (Yue et al., 2021; Zhang et al., 2025). Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Yue et al. (2021), yaitu dengan menggunakan sodium percarbonate dan ultraviolet untuk mendekomposisi capsaicin. Selain itu, Du, Liu, Li, et al. (2023) juga mengusulkan untuk memberikan kalsium peroksida sebagai bahan yang mendegradasi capsaicin sebelum food waste diproses melalui fermentasi.
Di sisi lain, capsaicin sebenarnya bisa dimanfaatkan lebih lanjut karena memiliki potensi pemanfaatan yang luas. Di industri farmasi, capsaicin dapat digunakan untuk produk suplemen yang membantu mengurangi peradangan, meningkatkan metabolisme, dan mengendalikan berat badan. Hal ini dikarenakan capsaicin memiliki sifat antioksidan, antimikroba, anti-inflamasi, dan antikanker. Capsaicin juga berpotensi untuk membantu penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Capsaicin dapat diekstrak dari residu yang dihasilkan tanaman cabai, termasuk biji, plasenta, buah cabai yang terbuang, hingga batang dan daunnya (Cortés-Ferré et al., 2021; Yasin et al., 2023).
Salah satu metode ekstraksi capsaicin dari food waste yang telah diteliti adalah flash chromatography, seperti yang dilakukan oleh Shu et al. (2023). Dalam penelitiannya, Shu et al. (2023) dapat menghasilkan Hot Red Pepper Oil (RPO), No-Heat Pepper Residue (NHPR), dan No-Heat Red Pepper Oil (NHRPO) dari food waste. Masing-masing zat kimia tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk industri makanan sebagai penambah cita rasa pedas, serta industri farmasi sebagai obat pengurang rasa sakit, dan obat yang mengatasi radang.
Meskipun proses ekstraksi capsaicin dari food waste sangat mungkin dilakukan, biaya pengolahannya masih cukup tinggi. Selain itu, efisiensi yang rendah juga masih menjadi tantangan tersendiri bagi industri. Oleh karena itu, metode pengolahan yang efektif masih dalam proses pengembangan lebih lanjut, supaya biaya pengolahan food waste dapat tertutupi oleh potensi pemasaran capsaicin (Shu et al., 2023).
Di sisi lain, ekstraksi capsaicin dari food waste juga membutuhkan infrastruktur, dan sistem manajemen pemilahan yang baik. Selagi kedua hal tersebut masih belum terdukung secara penuh, maka strategi pengurangan merupakan hal yang paling baik yang bisa dilakukan oleh konsumen.
Referensi
Ahse, N. S. (2014). Analisis Sistem Antrian Untuk Menentukan Tingkat Pelayanan Yang Optimal Pada Kasir Rumah Makan Kober Mie Setan Dengan Metode Simulasi [Universitas Brawijaya]. In Repository Universitas Brawijaya. http://www.nber.org/papers/w16019
Cortés-Ferré, H. E., Guajardo-Flores, D., Romero-De La Vega, G., & Gutierrez-Uribe, J. A. (2021). Recovery of Capsaicinoids and Other Phytochemicals Involved With TRPV-1 Receptor to Re-valorize Chili Pepper Waste and Produce Nutraceuticals. Frontiers in Sustainable Food Systems, 4(January), 1–17. https://doi.org/10.3389/fsufs.2020.588534
Du, M., Liu, X., Li, C., Long, S., Luo, L., Guo, Y., & Wang, D. (2023). Uncovering the Mechanisms of How Capsaicin Affects Short-Chain Fatty Acid Production during Food Waste Valorization. ACS ES and T Engineering, 3(11), 1986–1996. https://doi.org/10.1021/acsestengg.3c00291
Duan, T. X., Song, K. G., Sun, H. Z., Shang, W., & Cheng, J. S. (2025). Intensifying bioconversion of rich-capsaicinoids food waste into fengycin by the tolerant-artificial consortium. Chemical Engineering Journal, 505(February), 1–8. https://doi.org/10.1016/j.cej.2025.159389
Hu, Y., Zhang, T., Hu, M., Chen, J., Liu, C., Gu, L., He, Q., & Li, L. (2025). Effect of capsaicin on anaerobic lactic acid production from food waste. Chemical Engineering Journal, 507(March), 1–8. https://doi.org/10.1016/j.cej.2025.160638
Li, Y., Jin, Y., Li, J., Li, H., & Yu, Z. (2016). Effects of pungency degree on mesophilic anaerobic digestion of kitchen waste. Applied Energy, 181(November), 171–178. https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2016.08.057
Septiani, D., & Fachri, R. M. (2024). Skyrocketing Turnover of Spicy Food : The Effects of Spicy Flavor Image on Increased Revenue. International Journal Administration, Business & Organization, 5(5), 93–103. https://doi.org/10.61242/ijabo.24.440 JEL
Shu, J., Yin, Y., & Liu, Z. (2023). Integrated Processes Turning Pepper Sauce Waste into Valuable By-Products. Foods, 12(1), 1–12. https://doi.org/10.3390/foods12010067
Spence, C. (2018). Why is piquant/spicy food so popular? International Journal of Gastronomy and Food Science, 12, 16–21. https://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2018.04.002
Wang, Y., Wang, Z., Wang, K., Liang, Z., Wang, Q., Ding, F., Lu, Y., & Su, C. (2025). Insight into the evolution of phosphorous conversion, microbial community and functional gene expression during anaerobic co-digestion of food waste and excess sludge with spicy substances exposure. Chemosphere, 371(February), 1–7. https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2024.144053
Worm Farming Secrets. (n.d.). Can I Feed My Worms Spicy Foods? Retrieved February 4, 2025, from https://www.wormfarmingsecrets.com/worm-composting-food/can-i-feed-my-worms-spicy-foods
Yasin, M., Li, L., Donovan-Mak, M., Chen, Z. H., & Panchal, S. K. (2023). Capsicum Waste as a Sustainable Source of Capsaicinoids for Metabolic Diseases. Foods, 12(4). https://doi.org/10.3390/foods12040907
Yue, L., Cheng, J., Hua, J., Dong, H., & Zhou, J. (2021). A sodium percarbonate/ultraviolet system generated free radicals for degrading capsaicin to alleviate inhibition of methane production during anaerobic digestion of lipids and food waste. Science of the Total Environment, 761(March), 1–12. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.143269
Zhang, J., Li, Y., Xiao, W., Zhang, Y., Zhang, P., Chen, L., Fang, W., Zhang, G., Tao, X., & Li, Y. (2025). Comprehensive insights into the impacts of capsaicin on food waste dark fermentation for hydrogen production: Characteristics of fermentation products, microbial community and metabolic pathways. Chemical Engineering Journal, 507(March), 1–7. https://doi.org/10.1016/j.cej.2025.160711