Penutupan TPA Open Dumping, Secercah Titik Terang untuk Masa Depan
Permasalahan sampah sudah menjadi permasalahan serius dari ujung Sabang hingga Merauke Indonesia. Permasalahan yang menjadi tantangan bagi pemerintah sekaligus masyarakat dari tahun ke tahun. Data dari SIPSN menunjukkan bahwa timbulan sampah pada tahun 2024 di seluruh Indonesia mencapai 32.627.394,88 ton/tahun dengan 40,34% diantaranya merupakan sampah yang tidak terkelola. Dari angka tersebut 50,8% berupa sampah rumah tangga yang belum dikelola dengan baik secara mandiri dan hanya berujung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal tersebut tercermin dari salah satu kondisi TPA terbesar di Indonesia yakni TPA Jatibarang Kota Semarang, Jawa Tengah yang sudah beroperasi sejak tahun 1992 kini menerima rata-rata 900-100 ton sampah per harinya. Belum efektifnya pengelolaan sampah membuat TPA Jatibarang sudah mengalami overload sejak tahun 2022.
Secara umum pengelolaan sampah pada TPA di Indonesia kenyataannya masih menggunakan praktik open dumping. Hal ini disampaikan Aliansi Zero Waste Indonesia yang mendapatkan temuan bahwa masih banyak TPA di Indonesia yang terbukti masih menggunakan praktik open dumping meskipun dalam dokumen pemerintah mencantumkan kategori yang lebih baik, yakni metode controlled landfill dan sanitary landfill. Praktik open dumping banyak diterapkan karena merupakan metode yang paling sederhana dan murah yakni hanya dilakukan dengan menumpuk sampah tanpa melakukan perlakuan khusus terhadap sampah tersebut. Padahal jika dilihat lebih jauh dari sudut pandang ekonomi lingkungan, praktik open dumping justru akan memberikan dampak yang lebih signifikan terkait biaya sosial dan ekonomi. Apalagi jika mayoritas sampah yang ada merupakan sampah organik karena memerlukan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi lingkungan yang lebih tinggi akibat dampak yang ditimbulkan. Dampak lingkungan dari praktik open dumping yang sering terjadi adalah pencemaran udara dengan akumulasi gas berbahaya berupa metana yang dapat menyebabkan kebakaran pada TPA tersebut. Banyak kasus kebakaran TPA yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, contohnya kebakaran TPA Bakung Bandar Lampung pada awal Desember 2024 yang berlangsung hingga 20 jam, TPA Jatibarang Kota Semarang yang kembali terbakar pada Agustus 2024 setelah setahun sebelumnya juga mengalami kebakaran, bahkan pada 2023 terdapat total 14 TPA yang terbakar sepanjang tahun tersebut.
Air lindi yang ditimbulkan dari penumpukan sampah juga banyak mengandung senyawa organik maupun anorganik yang sangat berpotensi untuk mencemari air tanah disekitar TPA. Apalagi jika jarak TPA dengan permukiman tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dapat mempengaruhi kualitas air yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-harinya. Dampak kesehatan juga mengintai masyarakat di sekitar TPA open dumping, karena sampah yang bertumpuk dapat menjadi sarang berkembangnya vektor penyakit seperti lalat dan tikus. Lewat vektor lalat dan tikus tersebut dapat berpotensi menyebarkan penyakit menular, seperti diare dan demam berdarah. Infeksi saluran pernapasan dan penyakit kulit juga dapat ditimbulkan dengan masih masifnya praktik open dumping pada TPA di Indonesia (Yusmaman et al, 2023).
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah merespon maraknya praktik open dumping ini sejak 2008 lewat hadirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Lebih tepatnya pada pasal 44 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut.
Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Dari kedua ayat dalam pasal 44 tersebut seharusnya pemerintah daerah telah membuat perencanaan penutupan TPA open dumping selambat-lambatnya pada tahun 2009 dan harusnya telah melakukan penutupan TPA open dumping paling lama pada tahun 2013. Namun 12 tahun berlalu fakta di lapangan menyatakan masih banyak TPA yang melangsungkan praktik open dumping.
Silih bergantinya periode kepemimpinan pemerintahan membuat isu persampahan ini terus hangat sepanjang waktu. Terbukti setelah bergantinya periode kepemimpinan pada Oktober 2024, sebulan setelahnya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berencana melakukan penutupan 343 dari 550 TPA yang masih menerapkan sistem open dumping. Terkini, pada 7 Maret 2025, Menteri Lingkungan Hidup menyampaikan pemerintah melakukan langkah konkret dengan mulai menutup 343 TPA open dumping secara bertahap. Penutupan tersebut dilakukan mulai 10 Maret 2025 yang ditargetkan sekitar 100 TPA mulai dihentikan operasionalnya. Butuh waktu beberapa bulan untuk melakukan penutupan tersebut karena dibutuhkan koordinasi dengan beberapa pihak termasuk salah satunya Kementerian Pekerjaan Umum. Jeda waktu tersebut diharapkan mampu dimanfaatkan pemerintah daerah untuk menyusun langkah yang konkret mengenai pengelolaan sampah tanpa praktik open dumping sehingga lebih berkelanjutan. Masa pergantian kepemimpinan di tingkat pemerintah daerah juga diharapkan mulai menyusun regulasi dan mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setidaknya sebesar 3% untuk pengelolaan sampah. Mengingat kepala daerah yang baru dilantik juga sedang dalam tahap menyusun Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) masing-masing.
Selain itu Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, juga akan memberikan sanksi pidana setidaknya bagi 7 hingga 8 TPA open dumping yang pengelolaannya sudah mencemari lingkungan. Beliau menyebutkan salah dua diantaranya adalah TPA Burangkeng di Bekasi, Jawa Barat dan TPA Rawa Kucing di Tangerang, Banten yang dianggap sudah menyebabkan kerusakan lingkungan cukup serius. Pendekatan hukum sudah dijalani kedua TPA tersebut yang sedang diproses oleh Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH. Sanksi tersebut diberikan dengan maksud agar pemerintah daerah dapat membenahi pengolahan sampahnya masing-masing. Mengingat bahwa kewajiban yang tertera dalam regulasi menyebutkan pengelolaan sampah menjadi kewajiban di tingkat kabupaten/kota.
Tindakan lain yang sedang diupayakan untuk mendukung penutupan praktik open dumping di sejumlah TPA adalah dengan melebur beberapa Peraturan Presiden (Prepres) terkait pengelolaan sampah. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan, yang berniat menyederhanakan aturan dengan melebur tiga perpres yang saat ini sedang dalam tahapan persiapan oleh pemerintah. Maksud dari melebur tiga perpres tersebut diharapkan pengelolaan sampah dapat dijadikan sebagai sumber energi untuk kebutuhan nasional. Ketiga perpres yang dimaksud ialah Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, dan Perpres Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah di Laut. Perampingan tersebut dilakukan guna memangkas prosedur perizinan dalam pengelolaan sampah sehingga dapat dijadikan menjadi sumber energi listrik. Semula aturan pengelolaan sampah untuk elektrifikasi memerlukan perizinan dari pemerintah daerah dan kementerian terkait. Namun dengan regulasi ini nantinya PLN akan menjadi pembeli dari hasil konversi sehingga membuat perizinan yang dibutuhkan hanya dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (BPK, 2025).
Hal tersebut juga menjadi peluang pengolahan sampah yang lebih berkelanjutan tanpa praktik open dumping pada beberapa TPA di Indonesia. Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menyebutkan bahwa Pembangkit Listrik Berbasis Sampah (PLTSa) menjadi langkah pengolahan sampah menjadi energi listrik dalam rangka mengurangi volume sampah dan waktu pengolahan secara signifikan yang tentunya melalui teknologi ramah lingkungan dan teruji. Pada perpres tersebut percepatan instalasi PLTSa menjadi urusan 12 pemerintah daerah yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1). Disisi lain, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi membeberkan perkiraan bisa melakukan konversi sampah menjadi energi listrik sebesar 2-3 gigawatt (GW) dari total proyeksi sampah di Indonesia yang mencapai 1,7 miliar ton sampah. Rencana baik tersebut ditegaskan kembali oleh Menko Pangan Zulkifli Hasan, diharapkan dalam jangka waktu 5 tahun dapat menyelesaikan di 30 provinsi yang ada di Indonesia karena semakin hari sampah yang ada di TPA semakin menggunung.
Tentu langkah tersebut akan menghadapi sejumlah tantangan yang perlu menjadi bahan pertimbangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa TPA menjadi sumber penghidupan banyak orang, terutama bagi para pekerja informal seperti pemulung dan pengepul. Banyak dari kalangan tersebut menggantung kehidupannya pada sektor persampahan dan kurang memiliki akses pekerjaan lain. Penutupan TPA open dumping tentunya akan berdampak pada mata pencaharian mereka yang mungkin sudah mereka lakukan selama puluhan tahun. Hal inilah yang perlu diantisipasi secara komprehensif terkait dampak sosial-ekonomi, selain tentunya dampak lingkungan yang telah ditimbulkan dari metode open dumping.
Perlu adanya pelibatan masyarakat yang masif dan menyeluruh bahkan dari tingkatan yang paling bawah, yakni RT/RW dalam sistem pengelolaan sampah kedepannya. Hal tersebut tentunya perlu didukung dengan regulasi yang mengikat dalam bentuk peraturan daerah. Low Carbon Development Indonesia (LCDI) juga memberikan rekomendasi terkait reformasi pengelolaan sampah di Indonesia dengan melibatkan sektor informal dan swasta. Sektor informal yang dimaksud salah satunya adalah pemulung yang diperkirakan sudah 4 juta orang telah berkontribusi dalam mengumpulkan sampah sejak tahun 1984. Sektor informal ini dapat berperan sebagai penghubung antara sistem pengelolaan sampah dan industri daur ulang dengan melakukan kerjasama formal. Sektor swasta juga menjadi peluang terjadinya kerjasama dengan melibatkannya menjadi aktor, operator maupun sistem pendukung pengelolaan sampah di Indonesia.
Bebas Sampah Indonesia hadir sebagai salah satu sistem informasi yang menghimpun sekaligus menjadi wadah kolaborasi semua sumber daya yang berkaitan dengan pengelolaan sampah di Indonesia. Pengembangan Bebas Sampah ID dengan berbagai fiturnya diharapkan mampu menggerakkan para pemangku kepentingan sekaligus mendukung upaya terciptanya ekonomi sirkular yang berdampak dan berkelanjutan menuju Indonesia Bebas Sampah ID. Kedepannya diharapkan pelibatan banyak sektor dan stakeholder terkait dapat saling terintegrasi sehingga pengelolaan sampah di Indonesia dapat berjalan efisien, efektif dan berkelanjutan. Berbagai negara maju dapat dijadikan percontohan dalam sistem pengelolaan sampahnya, seperti Jerman yang memberikan tanggung jawab pengolahan sampahnya kepada produsen dan distributor produk, Swedia yang sudah mengolah dan memanfaatkan sampahnya menjadi energi, dan Korea Selatan yang telah mempunyai komitmen penuh dari seluruh stakeholdernya seperti yang dijelaskan pada artikel berikut.
Langkah penutupan TPA open dumping dan rencana pendukung yang telah ditargetkan oleh pemerintah dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Keterlibatan semua elemen masyarakat diperlukan terutama mengenai kesadarannya dalam melakukan pengelolaan sampah semandiri mungkin. Upaya ini menjadi secercah titik terang untuk masa depan pengelolaan sampah di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan dengan segala upaya dari semua lini, suatu saat negara ini dapat benar-benar menciptakan ekonomi sirkular di semua tingkatan menuju Indonesia Bebas Sampah.
Sumber:
Alianzi Zero Waste Indonesia. (2023). Kebakaran TPA Beruntun di Jawa Tengah: Mitigasi Kurang, Kebakaran Berulang. Diakses pada 5 April 2025 dari https://aliansizerowaste.id/2023/09/25/kebakaran-tpa-beruntun-di-jawa-tengah-mitigasi-kurang-kebakaran-berulang/
Kementerian Lingkungan Hidup. (2025). Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Diakses pada 5 april 2025 dari https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/komposisi
Yusmaman, W.M., Widiyanto, H., Rohmah, S.N., & Akbarsyah, M.A. (2023). Bahaya Lingkungan Pada Open Dumping Sampah Organik Perkotaan. Jurnal Bengawan Solo: Pusat Kajian Riset dan Inovasi Daerah Kota Surakarta, 2(2).
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2025). Pemerintah Tutup Pengelolaan Sampah Open Dumping. Diakses pada 6 April 2025 dari https://yogyakarta.bpk.go.id/wp-content/uploads/2025/03/16.-2025_KLI_YO_HJ0803_04-Pemerinth-Tutup-Pengelolaan-Samphdf.pdf
Low Carbon Development Indonesia. (2024). Ringkasan Rekomendasi Reformasi Pengelolaan Sampah di Indonesia. Diakses pada 7 April 2024 dari https://lcdi-indonesia.id/wp-content/uploads/2024/01/Ringkasan-Rekomendasi-Reformasi-Pengelolaan-Sampah-di-Indonesia.pdf
Ditulis oleh Harun Syamsudin Nur Hidayah | Bebas Sampah ID