Dilema Kurangi Food Waste atau Utamakan Food Safety di Rumah Tangga

Yazid Taufiqurrahman | 22 Apr 2025 Viewers : 93

Food loss and waste (FLW) menjadi salah satu penyebab terbesar dari perubahan iklim (Alaybek et al., 2025). Secara global, FLW menyumbang 8–10% dari total gas emisi rumah kaca, atau setara 5 kali lipat emisi yang dihasilkan dari sektor penerbangan (UNFCCC, 2024). Selain itu, FLW juga menghabiskan 250 km3 air yang setara dengan volume air danau toba, serta menghabiskan 1,4 miliar hektare lahan pertanian yang setara dua kali luas daratan Australia secara sia-sia (FAO, 2013). 

Banyaknya jumlah FLW dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling berkaitan sepanjang rantai pasok makanan (HLPE, 2014). Menurut Toma et al. (2020), salah satu faktor yang berkontribusi terhadap FLW adalah praktik food safety yang diterapkan pada berbagai level rantai pasok. 

Pada level produksi di peternakan, FLW dapat timbul akibat adanya aturan tentang ambang batas terhadap kandungan mikroba tertentu. Pada level produksi buah dan sayuran, FLW juga kerap muncul akibat retail yang menolak buah dan sayuran yang terkena penyakit hama, atau memiliki penampilan buruk, walaupun kondisinya masih layak dikonsumsi. Pada sektor retail, FLW juga muncul akibat ketatnya aturan kebersihan dan kualitas (Toma et al., 2020). Kontradiksi antara kedua hal ini juga berlanjut pada level konsumsi di rumah tangga.

Food waste pada level rumah tangga, yang sebagian besar dapat dihindari (avoidable), menyumbang 59% total food waste per kapita global per tahun (UNEP, 2024). Akibat besarnya proporsi ini, berbagai kampanye dilakukan di level rumah tangga untuk mengubah kebiasaan konsumen dalam mengelola makanan sisa supaya tidak menjadi food waste (Pearson et al., 2024). Kampanye yang dilakukan biasanya berupa praktik menyimpan makanan sisa, dan resep-resep kreatif mengolah makanan sisa. Namun, lembaga yang berfokus pada food safety dan food-poisoning menilai praktik-praktik tersebut berisiko dan bertentangan dengan keamanan makanan (food safety) (Pearson et al., 2024; Watson & Meah, 2012). 

Praktik sembarangan dalam mengonsumsi makanan sisa terbukti berbahaya bagi food safety. Menurut statistik, lebih dari 40% penyakit akibat makanan (foodborne illnesses) di rumah tangga terjadi karena alasan berkelanjutan (Kasza et al., 2022). Sebuah survei juga menemukan keberadaan patogen seperti Listeria monocytogenes, Salmonella spp., dan Yersinia spp. yang ikut terkontaminasi pada food waste (Thakali et al., 2022). Bersamaan dengan patogen, mikroba yang membawa gen resistansi antibiotik (ARGs) juga ditemukan dalam food waste yang berasal dari sayuran, ikan, daging, dan nasi (Lin et al., 2022). Mikroba ini dikhawatirkan dapat bertahan, terakumulasi, dan menimbulkan masalah serius apabila praktik yang mendukung perkembangbiakannya tetap dilakukan (Kasza et al., 2022; Pearson et al., 2024).

Lalu, praktik pengurangan food waste apa saja yang berbahaya dan melanggar food safety?

Mengabaikan tanggal kedaluwarsa/tanggal “use by” Sebagian besar konsumen kurang memahami perbedaan jenis tanggal “best before” dan “use by” (Kavanaugh & Quinlan, 2020). Banyak konsumen yang masih percaya bahwa tanggal “use by” dibuat terlalu hati-hati. Oleh karena itu, makanan tersebut masih dianggap aman dikonsumsi 1–2 hari setelahnya (Abeliotis et al., 2014; Kasza et al., 2022). Padahal, makanan yang melewati tanggal “use-by” berarti telah benar-benar kedaluwarsa dan tidak aman untuk dikonsumsi. Sebaliknya, tanggal yang dianggap aman oleh konsumen adalah tanggal “best before”, yang hanya merujuk pada penurunan kualitas, dan bukan keamanan (Pearson et al., 2024; Toma et al., 2020).

Mencicipi makanan yang telah kedaluwarsa Kelayakan konsumsi makanan yang telah kedaluwarsa juga sering kali diperiksa secara mandiri oleh konsumen berdasarkan karakteristik sensorik melalui pancaindra. Akan tetapi, keberadaan patogen pada makanan biasanya tidak disertai perubahan rasa, bau, atau tekstur (Kasza et al., 2022). Selain itu, konsumen juga biasa melakukan metode pengujian sederhana/melakukan kebiasaan tradisional untuk memeriksa keamanan makanan. Namun, metode ini juga terbukti tidak akurat ketika divalidasi secara ilmiah. Contohnya adalah praktik meletakkan telur ke dalam air untuk memeriksa tingkat kesegarannya, yang ternyata tidak dapat menjamin ada/tidaknya kandungan Salmonella spp. pada telur (Junqueira et al., 2022).

Tetap mengonsumsi makanan yang telah berjamur Terkadang konsumen juga sering menghilangkan bagian makanan yang berjamur lalu tetap mengonsumsi bagian makanan lainnya karena menganggapnya aman. Perilaku ini sering dilakukan untuk makanan seperti keju, roti, selai, buah, dan sayuran. Perilaku ini muncul akibat adanya emosi negatif dari aksi membuang makanan yang tampak masih bisa dikonsumsi. Bahkan, beberapa orang tetap nekat menggunakan produk makanan yang berjamur karena alasan kebutuhan dan mendesak (Kasza et al., 2022).

Perilaku ini berbahaya karena hifa jamur bisa jadi telah menyebar ke seluruh bagian makanan, namun tidak terlihat secara visual. Beberapa spesies jamur juga menghasilkan mikotoksin/racun yang tidak bisa terdeteksi tanpa alat laboratorium, dan tidak dapat dinonaktifkan meskipun melalui proses memasak. 

Sebenarnya, makanan yang cenderung keras, seperti beberapa jenis keju dan wortel, masih bisa dikonsumsi lagi setelah menghilangkan bagian yang berjamur. Akan tetapi, terlalu banyak klasifikasi yang harus dipenuhi, seperti jenis makanan, dan banyaknya bagian yang harus dihilangkan. Menyampaikan klasifikasi informasi ini akan sangat sulit karena setiap kasus memiliki kondisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk memudahkan pengambilan keputusan, sebaiknya produk yang telah berjamur langsung dibuang (Kasza et al., 2022).

Makanan sisa yang ditangani secara tidak tepat 

Mengonsumsi makanan sisa memang penting untuk mencegah food waste. Akan tetapi, perilaku ini menjadi berisiko apabila konsumen melakukan beberapa hal yang kurang tepat, seperti mengonsumsi makanan sisa yang telah dipanaskan lebih dari satu kali, dan menyimpan makanan di suhu ruangan (Kasza et al., 2022). 

Makanan yang dipanaskan berulang-ulang, apalagi dengan suhu yang tidak cukup, akan menyebabkan mikroba menjadi lebih resisten terhadap panas (Juneja et al. 2001; Skandamis et al. 2008). Selain itu, menyimpan makanan pada suhu ruangan, apalagi dalam jangka waktu yang lama, juga mendorong pertumbuhan mikroba. Mikroba-mikroba ini, termasuk mikroba yang dapat membentuk spora, biasanya berkembang biak pada makanan yang disimpan pada suhu lebih dari 4°C (Lorenzo et al. 2018). 

Perilaku menyimpan makanan sisa secara tidak tepat ini telah menimbulkan korban. Seorang remaja di Brussels, Inggris meninggal karena keracunan setelah mengonsumsi sisa spaghetti yang disimpan di suhu ruangan dalam jangka waktu yang lama, kemudian dihangatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spaghetti tersebut telah terkontaminasi bakteri Bacillus cereus yang menyebabkan keracunan (Naranjo et al., 2011).

Mengonsumsi bagian makanan yang kurang layak konsumsi (low-edibility parts) Upaya mengurangi food waste yang berisiko pada food safety lainnya adalah mengonsumsi bagian makanan yang tidak layak dikonsumsi, seperti kulit, cangkang, atau bagian lain yang biasanya dibuang demi menghindari food waste (Pearson et al., 2024). Salah satu contohnya adalah membuat olahan bacon yang terbuat dari kulit pisang. Olahan ini tergolong berbahaya karena pada kulit pisang terdapat fungisida dan insektisida yang tidak akan pernah terurai meskipun telah dimasak. Apabila zat berbahaya tersebut ikut dikonsumsi oleh manusia, maka akan menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan (Hernández-Borges et al. 2009). Selain itu, perilaku ini juga dianggap kurang berkelanjutan karena menyebabkan konsumen terlalu berfokus untuk menyelamatkan food waste yang bersifat tidak dapat dihindari (unaviodable) daripada yang seharusnya dapat dihindari (avoidable) (Kasza et al., 2022).

Rekomendasi

Dari sisi konsumen, kompromi antara food waste dan food safety memang dapat menimbulkan kebingungan (Watson & Meah, 2012). Akan tetapi, daripada memilih solusi yang terbukti berisiko bagi food safety, lebih baik fokus diarakan pada praktik pencegahan (prevention) (Kasza et al., 2022)

Makanan sisa dan food waste yang bersifat avoidable tidak akan muncul apabila konsumen memiliki perencanaan yang baik dalam menentukan porsi makanan, mempertimbangkan preferensi anggota keluarga, memahami hal-hal penting dalam produk (tanggal kedaluwarsa, petunjuk penyimpanan, petunjuk penggunaan) saat berbelanja, dan tidak melakukan pembelian makanan secara berlebihan (Kasza et al., 2022). Tentunya solusi ini akan jauh lebih baik untuk diterapkan karena tidak perlu mengorbankan food safety

Dari sisi pegiat lingkungan, strategi komunikasi yang berfokus pada pencegahan perilaku pemborosan sebaiknya lebih ditekankan. Pesan sebaiknya juga disampaikan dalam bentuk saran yang singkat, jelas, dan sederhana, sehingga mudah diingat oleh audiens (Kasza et al., 2022). Selain itu, Kasza et al. (2022) juga merekomendasikan supaya pesan disampaikan tidak dalam format seruan yang menyalahkan perilaku individu. Hal ini dilakukan supaya audiens tidak merasa ditekan, diabaikan, atau direndahkan. Berikut ini merupakan contoh pesan yang bisa disampaikan pegiat lingkungan untuk mengampanyekan praktik meminimalisir food waste tanpa harus berkompromi dengan food safety. 

Contoh rekomendasi pesan pencegahan food waste tanpa harus berkompromi dengan food safety (Kasza et al., 2022)

Dari sisi pemangku kebijakan, peraturan terkait label tanggal kedaluwarsa perlu diperjelas tujuannya. Di Amerika Serikat, terdapat 20 jenis frasa tanggal kedaluwarsa yang beredar di berbagai produk makanan, sehingga menimbulkan kebingungan bagi konsumen untuk mematuhinya (Alaybek et al., 2025). Sementara itu, di Indonesia, peraturan terkait label makanan diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Dalam Pasal 38 ayat 5, disebutkan bahwa frasa yang berlaku untuk tanggal kedaluwarsa adalah “Baik digunakan sebelum”. Meskipun begitu, di dalam peraturan tersebut tidak disebutkan maknanya secara langsung, yaitu makna yang merujuk pada kualitas atau keamanan. Rekomendasi Alaybek et al. (2025) adalah menghentikan penggunaan tanggal yang berbasis kualitas, dan beralih pada tanggal yang berbasis keamanan saja. Selain itu, Alaybek et al. (2025) juga memberikan rekomendasi pada produsen untuk menampilkan masa simpan terlama setelah kemasan makanan dibuka, supaya konsumen dapat memperkirakan jangka waktu konsumsi yang sesuai, dan melakukan perencanaan lebih baik.

Referensi Abeliotis, K., Lasaridi, K., & Chroni, C. (2014). Attitudes and behaviour of Greek households regarding food waste prevention. Waste Management and Research, 32(3), 237–240. https://doi.org/10.1177/0734242X14521681

Alaybek, B., Mika, G., Aitken, J. A., Hartman, R., Painter, J., Broad Leib, E. M., Plekenpol, R., Beckmann, J. S., Leets, L., & Sprenger, A. (2025). Can Food Waste Policies Promote Sustainability?: Relationships of Food Date Label Policies with Food Waste and Safety Outcomes. Sustainability (Switzerland), 17(6), 1–17. https://doi.org/10.3390/su17062630 FAO. (2013). Food wastage footprint. In Fao. Food and Agriculture Organization of the United Nations. https://www.fao.org/4/i3347e/i3347e.pdf Hernández-Borges, J.; Cabrera, J.C.; Rodríguez-Delgado, M.Á.; Hernández-Suárez, E.M.; Saúco, V.G. (2009). Analysis of pesticide residues in bananas harvested in the Canary Islands (Spain). Food Chem., 113, 313–319. HLPE. (2014). Food losses and waste in the context of sustainable food systems. In High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition of the Committee on World Food Security of Sustainable Food Systems (Issue June). https://openknowledge.fao.org/server/api/core/bitstreams/b1949fae-23d4-473c-8b87-8c4359b74d6c/content Juneja, V.K.; Novak, J.S.; Eblen, B.S.; McClane, B.A. Heat resistance of Clostridium perfringens vegetative cells as affected by prior heat shock 1. J. Food Saf. 2001, 21, 127–139. Junqueira, L., Truninger, M., Almli, V. L., Ferreira, V., Maia, R. L., Teixeira, P. (2022). Self-reported practices by Portuguese consumers regarding eggs’ safety - An analysis based on critical consumer handling points. Food Control, 133, 108635. Kasza, G., Veflen, N., Scholderer, J., Münter, L., Fekete, L., Csenki, E. Z., Dorkó, A., Szakos, D., & Izsó, T. (2022). Conflicting Issues of Sustainable Consumption and Food Safety: Risky Consumer Behaviors in Reducing Food Waste and Plastic Packaging. Foods, 11(21). https://doi.org/10.3390/foods11213520 Kavanaugh, M., & Quinlan, J. J. (2020). Consumer knowledge and behaviors regarding food date labels and food waste. Food Control, 115(March), 107285. https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2020.107285 Lorenzo, J.M.; Munekata, P.E.; Dominguez, R.; Pateiro, M.; Saraiva, J.A.; Franco, D. (2018). Main groups of microorganisms of relevance for food safety and stability: General aspects and overall description. In INNOVATIVE Technologies for Food Preservation; Academic Press: London, UK; pp. 53–107. Lin, W. F., Guo, H. Q., Zhu, L. J., Yang, K., Li, H. Z., & Cui, L. (2022). Temporal variation of antibiotic resistome and pathogens in food waste during short-term storage. Journal of Hazardous Materials, 436(August), 1–9. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2022.129261 Naranjo, M., Denayer, S., Botteldoorn, N., Delbrassinne, L., Veys, J., Waegenaere, J., Sirtaine, N., Driesen, R. B., Sipido, K. R., Mahillon, J., & Dierick, K. (2011). Sudden death of a young adult associated with Bacillus cereus food poisoning. Journal of Clinical Microbiology, 49(12), 4379–4381. https://doi.org/10.1128/JCM.05129-11 Pearson, A. J., Mukherjee, K., Fattori, V., & Lipp, M. (2024). Opportunities and challenges for global food safety in advancing circular policies and practices in agrifood systems. Npj Science of Food, 8(1), 1–8. https://doi.org/10.1038/s41538-024-00286-7 Skandamis, P.N.; Yoon, Y.; Stopforth, J.D.; Kendall, P.A.; Sofos, J.N. (2008). Heat and acid tolerance of Listeria monocytogenes after exposure to single and multiple sublethal stresses. Food Microbiol. 2008, 25, 294–303. Thakali, A., MacRae, J. D., Isenhour, C., & Blackmer, T. (2022). Composition and contamination of source separated food waste from different sources and regulatory environments. Journal of Environmental Management, 314(July), 1–9. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2022.115043 Toma, L., Revoredo-Giha, C., Costa-Font, M., & Thompson, B. (2020). Food Waste and Food Safety Linkages along the Supply Chain. EuroChoices 19(1), 24–29. https://doi.org/10.1111/1746-692X.12254 UNEP. (2024). Food Waste Index Report 2024. Think Eat Save: Tracking progress to halve global food waste. In UNEP - United Nations Environment Programme. United Nations Environment Programme. https://www.unep.org/resources/publication/food-waste-index-report-2024 UNFCCC. (2024). Food loss and waste account for 8-10 % of annual global greenhouse gas emissions ; cost USD 1 trillion annually. https://unfccc.int/news/food-loss-and-waste-account-for-8-10-of-annual-global-greenhouse-gas-emissions-cost-usd-1-trillion Watson, M., & Meah, A. (2012). Food, Waste And Safety: Negotiating Conflicting Social Anxieties Into The Practices Of Domestic Provisioning. Sociological Review, 60(SUPPL.2), 102–120. https://doi.org/10.1111/1467-954X.12040

Judul Informasi : Dilema Kurangi Food Waste atau Utamakan Food Safety di Rumah Tangga
Kategori : Blog
Fokus Isu : Strategi Pengurangan Sampah
Viewers : 93
Materi terkait
Blog
Admin BSID | 01 Jul 2025
Penanaman Mangrove dan Gerakan Pesi ...
Blog
Yazid Taufiqurrahman | 01 Jul 2025
Hati-hati dengan Kandungan Pestisid ...
Blog
Yazid Taufiqurrahman | 01 Jul 2025
Food Waste Makanan Pedas: Penangana ...
Blog
Yazid Taufiqurrahman | 01 Jul 2025
Kebiasaan Pesan Makanan Online bisa ...
Blog
Yazid Taufiqurrahman | 01 Jul 2025
Strategi Buy in Bulk: Dilema Kurang ...
Blog
Admin BSID | 01 Jul 2025
Program Makan Gratis Berpotensi Men ...
Blog
Harun Syamsudin Nur Hidayah | 01 Jul 2025
Penutupan TPA Open Dumping, Secerca ...
;