Mengenali Model Bisnis dari Pelaku Redistribusi Makanan Surplus di Indonesia

Yazid Taufiqurrahman | 20 Mar 2025 Viewers : 98

Sampah makanan (food waste) merupakan salah satu sumber limbah terbesar di Indonesia. Studi dari Badan perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah sampah makanan di Indonesia mencapai 115–184 kg per kapita per tahun. Kondisi ini berkebalikan dengan angka kelaparan di Indonesia. Menurut Global Hunger Index (GHI) tahun 2021, Indonesia menempati urutan ke-77 dari 121 negara dengan angka kelaparan tertinggi, atau peringkat ke-3 di Asia Tenggara (Khairunisa et al., 2023).

Oleh karena itu, diperlukan solusi yang dapat mencegah makanan yang masih layak dikonsumsi dibuang ke tempat pembuangan akhir, sekaligus dapat mengatasi ketahanan pangan. Salah satu solusinya adalah redistribusi makanan surplus (Garcia-Garcia et al., 2017). Dalam kegiatan redistribusi makanan surplus, food bank menjadi pelaku utama. Food bank berperan sebagai perantara antara donatur makanan surplus dan penerimanya (Dumont et al., 2021).

Food bank melakukan aktivitas penerimaan, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi dari makanan surplus yang didonasikan, sekaligus memberi nilai tambah pada makanan surplus yang masih bisa dikonsumsi, serta memberi edukasi tentang pengelolaan makanan agar tidak berakhir menjadi sampah (Dumont et al., 2021). Di Indonesia, pengelolaan makanan surplus melalui food bank baru mulai berkembang dalam beberapa tahun terakhir (Khairunisa et al., 2023). Lalu bagaimana model bisnis dari food bank yang ada di Indonesia agar kegiatan operasionalnya dapat berjalan dengan lancar?

Andiwijaya, (2020) melakukan identifikasi terhadap 5 food bank yang ada di Indonesia secara kualitatif. Identifikasi yang dilakukan meliputi tipe organisasi, jangkauan area operasional, tujuan, donatur makanan surplus, target penerima manfaat, sumber pendanaan, manajemen sumber daya manusia, dan teknologi informasi yang digunakan. Selain itu juga terdapat penelitian dari Khairunisa et al., (2023) yang mengidentifikasi aktivitas food bank di Indonesia menjadi beberapa tahapan. 

Tipe Organisasi
Berbeda dengan negara maju, food bank di Indonesia bersifat independen dan dikelola oleh swasta nirlaba, baik secara kelompok maupun per orangan. Di negara maju, food bank terafiliasi dengan organisasi federasi yang telah berdiri sejak bertahun-tahun lamanya. Contohnya seperti The European Food Banks Federation yang berada di bawah naungan The Global Food Banking Network (Andiwijaya, 2020).

Di Indonesia, belum ada food bank yang menangani redistribusi makanan surplus secara nasional. Hingga saat ini, hanya ditemukan food bank yang dikelola secara independen. Food bank seperti ini tidak bekerja secara kolaborasi, maupun berada di dalam naungan organisasi lain (Andiwijaya, 2020)

Selain itu, food bank yang ada di Indonesia juga bersifat ‘hybrid’', yaitu terhubung langsung dengan donatur makanan surplus sekaligus penerima manfaat, serta melakukan aktivitas logistik secara mandiri. Sementara itu di negara maju, food bank biasanya tidak memiliki kontak langsung dengan penerima manfaat, tetapi melalui organisasi sosial. Di negara maju, hampir seluruh warga yang membutuhkan bantuan telah berada dalam tanggung jawab organisasi sosial tertentu. Sedangkan di negara berkembang, warga yang kurang mampu tersebar di berbagai sudut kota dan perkampungan kumuh (Andiwijaya, 2020).

Jangkauan Area Operasional
Organisasi food bank di Indonesia memilih area operasionalnya berdasarkan 3 kriteria, yaitu area dengan penduduk padat, adanya warga yang memerlukan bantuan pangan, dan ketersediaan relawan. Area padat penduduk dipilih karena berpotensi memiliki banyak donatur makanan surplus. Karena makanan surplus perlu untuk segera didistribusikan, maka warga yang memerlukan bantuan pangan juga harus berada di area yang sama dengan donatur. Selain itu, ketersediaan relawan untuk mengorganisir aktivitas juga penting untuk dipertimbangkan. Oleh karenanya, food bank di Indonesia banyak dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya (Andiwijaya, 2020)

Tujuan
Mayoritas tujuan utama food bank yang ada di Indonesia adalah mengurangi sampah makanan dan mengurangi kemiskinan akibat pangan Selain itu, terdapat tujuan lain yang sifatnya pendukung seperti meningkatkan status gizi, memberi dukungan pangan secara inklusif, serta meningkatkan awareness terhadap isu sampah makanan (Andiwijaya, 2020).

Program utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah mendistribusikan kembali makanan surplus ke masyarakat yang memerlukan bantuan pangan. Selain itu, terdapat program pendukung lainnya seperti daur ulang sampah makanan, reproses makanan surplus, pengumpulan sisa panen, serta kampanye dan advokasi (Andiwijaya, 2020)

Aktivitas Utama
Aktivitas yang dilakukan oleh food bank di berbagai negara cenderung bervariasi tergantung pada lokasi, jangkauan, sumber daya, serta regulasi yang berlaku terkait keamanan pangan dan distribusi. Di Indonesia, secara umum, food bank melakukan aktivitas utamanya dengan melakukan lima tahapan, yaitu pengumpulan dan persiapan makanan, penyimpanan, pengiriman, penerimaan, serta dokumentasi dan pelaporan.

·    Pengumpulan dan persiapan makanan
Makanan surplus didapatkan dari donatur dengan melakukan konfirmasi dan koordinasi terlebih dahulu dengan food bank untuk mengetahui detail donasi seperti jumlah dan jenis makanan yang disumbangkan, waktu enyerahan, metode pengiriman, tanggal kadaluarsa, dan kondisi makanan. Sebelum menerima makanan dari donatur, food bank perlu memerhatikan beberapa hal seperti ketersediaan ruang penyimpanan, periode penyimpanan, target penerima makanan, jadwal distribusi, serta jumlah relawan yang dibutuhkan (Khairunisa et al., 2023).

·   Penyimpanan
Makanan surplus yang telah tiba di lokasi food bank perlu dicek kembali keamanan dan kualitasnya dengan cara disortir. Makanan yang mudah rusak hanya disimpan sementara dan didistribusikan pada waktu yang dekat/di hari yang sama saat makanan diterima. Sementara itu, makanan yang tidak mudah rusak disimpan dengan dihindarkan langsung dari sinar matahari dan kontak langsung dengan lantai. Saat penyimpanan, food bank juga memisahkan makanan berdasarkan jenis program atau jenis kegiatan distribusi yang akan dilakukan (Khairunisa et al., 2023).

·   Pengiriman dan penerimaan
Pengiriman makanan kepada penerima dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang dimiliki oleh food bank dan dibantu oleh relawan. Saat memindahkan makanan ke kendaraan, makanan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai dan harus menggunakan alat seperti troli maupun pallet. Setelah itu, makanan didistribusikan ke target penerima yang sebelumnya telah ditentukan (Khairunisa et al., 2023).

·   Dokumentasi dan pelaporan
Seluruh proses, baik saat makanan diterima oleh food bank, hingga saat makanan sampai ke penerima manfaat, food bank wajib mendokumentasikan jumlah, jenis, dan kondisi makanan. Food bank juga wajib melaporkan lokasi dan detail lainnya terkait penerima manfaat (Khairunisa et al., 2023).

Donatur Makanan Surplus
Tipe donatur bisa jadi berbeda pada setiap waktu, akan tetapi donatur dapat diidentifikasi menjadi 3 kategori utama, yaitu industri perhotelan, industri ritel, serta individu/komunitas. Besarnya masing-maisng proporsi dari setiap kategori sangat bergantung pada jenis program, pengalaman, relasi, dan jaringan yang dimiliki oleh organisasi food bank (Andiwijaya, 2020)

Target Penerima Manfaat
Di negara maju, penerima manfaat dari food bank adalah lembaga/organissi sosial. Namun, berbeda dari negara maju, penerima manfaat food bank yang ada di Indonesia adalah individu/kelompok masyarakat di area perkotaan yang mengalami kerentanan pangan. Mereka terdiri dari masyarakat miskin yang mengalami malnutrisi dan kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Fokus utama masyarakat yang menjadi penerima manfaat adalah anak yatim, lansia, orang berpenyakit kronis, anak-anak kekurangan gizi, serta penyandang disabilitas (Andiwijaya, 2020).

Food bank yang ada di Indonesia berinteraksi dengan masyarakat penerima manfaat secara langsung. Hal ini berbeda dengan food bank di negara maju yang tidak berinteraksi langsung dengan penerima manfaat. Alasan food bank di Indonesia tidak menyalurkan makanan surplus melalui organisasi sosial adalah melimpahnya bantuan yang telah diterima oleh lembaga sosial. Organisasi sosial di Indonesia pada umumnya telah menerima bantuan dari banyak sumber, sementara itu masyarakat miskin perkotaan yang belum mendapatkan bantuan sering kali terabaikan (Andiwijaya, 2020).

Sumber Pendanaan
Food bank di Indonesia memiliki 3 opsi pendanaan utama, yaitu donasi langsung dari perusahaan/individu, penggalangan dana secara kolektif (crowdfunding), dan penjualan produk/jasa. Donasi secara langsung menjadi sumber pendanaan dengan kontribusi terbesar. Pendanaan ini biasanya berasal dari anggaran dana CSR (Corporate Social Responsibility) atau anggaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjlankan aktivitas kepedulian sosial dan lingkungan (Andiwijaya, 2020).

Bentuk pendanaan lain adalah penggalangan secara kolektif/crowdfunding. Penggalangan dana dilakukan menggunakan platform tertentu yang sekaligus memberikan kampanye sosial dengan mengunggah aktivitas yang dilakukan sekaligus menyampaikan tujuan pendanaan. Beberapa organisasi juga melakukan penggalangn dana dari relawan yang mengikuti kegiatan dan juga pihak yang ingin melakukan kunjungan/wawancara (Andiwijaya, 2020)

Sumber pendanaan lain juga bisa didapatkan dari penjualan produk dan jasa. Beberapa organisasi menjual kembali makanan surplus yang diberikan oleh donatur yang kemudian hasil penjualannya digunakan sebagai biaya operasional. Selain itu beberapa organisasi juga menjual makanan surplus yang didapatkan dari petani yang mengalami penurunan harga pascapanen (Andiwijaya, 2020).

Di luar negeri, pendanaan food bank tidak hanya berasal dari donasi, melainkan juga dari pemerintah. Contohnya adalah pemerintah Kanada yang sekaligus memiliki asosiasi food bank nasional (Loopstra & Tarasuk, 2012). Pemerintah di negara maju juga memberikan bantuan berupa infrastruktur, perangkat lunak, dan pembiayaan untuk sumber daya manusia. Selain itu, metode donasi yang digunakan juga bervariasi seperti menyelenggarakan lelang amal, acara makan bersama ribuan orang, dan demonstrasi memasak (Schneider, 2013)

Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dari organisasi redistribusi makanan surplus sangat bergantung pada jumlah relawan. Semakin banyak makanan surplus yang dikelola, semakin banyak kebutuhan relawan. Oleh karena itu, banyak organisasi yang beroperasi di wilayah yang memiliki banyak potensi relawan, seperti kota yang memiliki banyak universitas (Andiwijaya, 2020)

Manajemen relawan juga bergantung pada tingkat formalitas, atau sejauh mana organisasi memiliki sistem manajemen yang jelas dan terstruktur. Organisasi yang memiliki tingkat formalitas tinggi memiliki prosedur tersendiri dalam mengelola relawan untuk memastikan ketersediaan relawan saat menjalankan kegiatan operasional sehari-hari secara kontinu. Memastikan ketersediaan relawan juga bertujuan supaya makanan surplus bisa segera disalurkan dan tidak terbuang menjadi sampah makanan (Andiwijaya, 2020).

Teknologi Informasi
Saat ini, semua aktivitas food bank yang ada di Indonesia masih dilakukan secara manual dengan menggunakan teknologi informasi dasar seperti media sosial, Excel, dan situs web. Belum ada inovasi teknologi informasi lain untuk membantu menangani aktivitas operasional karena adanya keterbatasan sumber daya finansial dan intervensi pemerintah sehingga banyak permasalahan lain yang menjadi prioritas untuk diselesaikan. Teknologi informasi dasar dianggap masih bisa mndukung kegiatan operasional (Andiwijaya, 2020).

Sementara itu di negara maju, food bank telah memanfaatkan teknologi informasi untuk menentukan jadwal distribusi, menentukan titik delivery donatur dari data satelit, melakukan penjadwalan pickup dari tempat penyimpanan, penjadwalan operator, dan berbagai fungsi teknis lainnya (Davis et al., 2014; Glover et al., 2014)


Referensi
Andiwijaya, D. (2020). Surplus food redistribution in urban areas in Indonesia : a cross-case analysis. Politecnico di Milano.

Davis, L. B., Sengul, I., Ivy, J. S., Brock, L. G., & Miles, L. (2014). Scheduling food bank collections and deliveries to ensure food safety and improve access. Socio-Economic Planning Sciences, 48(3), 175–188. https://doi.org/10.1016/j.seps.2014.04.001

Dumont, C., Butcher, L. M., Foulkes-Taylor, F., Bird, A., & Begley, A. (2021). Effectiveness of foodbank western australia’s food sensations® for adults food literacy program in regional australia. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(17). https://doi.org/10.3390/ijerph18178920

Garcia-Garcia, G., Woolley, E., Rahimifard, S., Colwill, J., White, R., & Needham, L. (2017). A Methodology for Sustainable Management of Food Waste. Waste and Biomass Valorization, 8(6), 2209–2227. https://doi.org/10.1007/s12649-016-9720-0

Glover, W. J., Poopunsri, T., & Hurley, R. (2014). Applying lean to non-profit organizations: A food bank case study. IIE Annual Conference and Expo 2014, January 2014, 274–281.

Khairunisa, K., Setiawati, S., & Wulan, S. (2023). Food Bank Operation and Perceptions of Recipients on Food Surplus Redistribution in North and South Jakarta. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 9(10), 8335–8340. https://doi.org/10.29303/jppipa.v9i10.4415

Loopstra, R., & Tarasuk, V. (2012). The relationship between food banks and household food insecurity among low-income Toronto Families. Canadian Public Policy, 38(4), 497–514. https://doi.org/10.3138/CPP.38.4.497

Schneider, F. (2013). The evolution of food donation with respect to waste prevention. Waste Management, 33(3), 755–763. https://doi.org/10.1016/j.wasman.2012.10.025


Judul Informasi : Mengenali Model Bisnis dari Pelaku Redistribusi Makanan Surplus di Indonesia
Kategori : Blog
Fokus Isu : Gerakan & Kampanye
Viewers : 98
Materi terkait
Blog
Admin BSID | 20 Mar 2025
Pembakaran Sampah: Sebuah Budaya ya ...
Blog
Aisyah Najma Agrina | 20 Mar 2025
Menyadari Pentingnya Pemilahan Samp ...
Blog
Muhammad Aflah Gandadewata | 20 Mar 2025
E-waste: Gunung Emas di Balik Tumpu ...
Blog
Yazid Taufiqurrahman | 20 Mar 2025
Hierarki Food Waste: Urutan Solusi ...
;