E-waste: Gunung Emas di Balik Tumpukan Sampah
Seiring pesatnya perkembangan teknologi, permintaan akan gadget terbaru telah menciptakan krisis baru: limbah elektronik. Perangkat bekas yang seringkali mengandung bahan beracun menumpuk di tempat pembuangan, merusak ekosistem dan kesehatan manusia. Seiring dengan percepatan inovasi, kebutuhan akan solusi berkelanjutan untuk mengatasi masalah e-waste yang semakin besar juga semakin mendesak. Artikel ini membahas dampak e-waste dan bagaimana kita dapat menciptakan masa depan digital yang lebih bertanggung jawab.
Apa Itu E-waste
Banyak pihak mendefinisikan limbah elektronik
(e-waste) secara berbeda, menurut European Union Waste Electrical and
Electronic Equipment (EU WEEE), limbah elektronik adalah perangkat elektrik
atau elektronik yang telah menjadi limbah (Widmer, 2005), sedangkan menurut Basel
Action Network (Basel Action Network, n.d.) limbah elektronik adalah perangkat
elektronik yang telah dibuang termasuk yang dibuang untuk diperbaiki atau
didaur ulang. Namun pada intinya, limbah elektronik merupakan perangkat
elektrik dan elektronik yang tidak lagi digunakan pemiliknya, baik karena
kehilangan fungsinya maupun alasan lain. Semua perangkat elektrik dan
elektronik mulai dari baterai, wireless
earphone, ponsel, komputer, kulkas hingga komponen pada electric vehicle (EV) dalat
dikategorikan sebagai limbah elektronik.
Mengapa E-waste Penting?
E-waste menjadi semakin penting seiring waktu dengan perkembangan teknologi dan budaya konsumerisme di masyarakat. Berdasarkan data global e-waste monitor (2024), produksi limbah elektronik dunia di tahun 2022 sebanyak 62 juta ton atau hampir dua kali produksi limbah elektronik dunia pada tahun 2010 dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 82 juta ton pada tahun 2030. Berdasarkan data yang diperoleh dari statista (2024), Indonesia sendiri merupakan negara dengan produksi limbah elektronik terbesar ketujuh dunia dengan produksi tahun 2022 sebesar 1.866 juta ton.
Gambar 1 Negara Dengan
Produksi Limbah Elektronik Terbesar di Dunia (Statista, 2024)
Selain itu, beberapa kandungan dari limbah
elektronik juga dapat membahayakan lingkungan seperti merkuri yang berasal dari
lampu dan beberapa peralatan IT. Menurut laporan global e-waste monitor (2024),
setidaknya 58 ton emisi merkuri dihasilkan dari penanganan limbah elektronik
yang buruk pada tahun 2022. Material penghambat api (flame retardant) yang bersumber dari perabotan dan pembungkus
kabel. Menurut Green Science Policy Institute (n.d.), penghambat api dapat
menyebabkan gangguan hormon, gangguan perkembangan dan reproduksi serta
meningkatkan risiko kanker. Beberapa jenis limbah elektronik juga memiliki
kandungan refrigerant seperti AC dan
kulkas yang memengaruhi perubahan iklim dan menyebabkan penipisan lapisan ozon.
Dari perspektif ekonomi, pendauran ulang limbah elektronik
juga dapat mendatangkan keuntungan dikarenakan kandungan logam pada limbah
elektronik seperti emas, besi, dan tembaga. Menurut laporan global e-waste
monitor (2024), nilai ekonomi dari material logam pada limbah elektronik pada
tahun 2022 diperkirakan sebesar 91 milyar dolar amerika serikat dimana material
dengan potensi terbesar adalah tembaga (19 milyar USD), besi (16 milyar USD),
emas (15 milyar USD), nikel (14 milyar USD) dan aluminum (11 milyar USD).
Menurut laporan Global E-waste Monitor (2024),
produksi bahan mentah yang bersumber dari limbah elektronik juga telah mencegah
penambangan 900 juta ton bijih logam dan menghindari emisi sebesar 52 juta ton
CO2 dengan tembaga, emas, besi dan palladium sebagai material yang
paling banyak diperoleh dari proses daur ulang limbah elektronik.
Cara Meminimalisasi E-waste
Ada berbagai cara untuk mengurangi produksi
limbah elektronik. Dilansir dari Zero Waste Indonesia (n.d.), beberapa tindakan
pencegahan (preventf) diantaranya mengurangi perilaku konsumtif dengan hanya
membeli produk yang dibutuhkan, dan jika memang harus membeli memilih produk
elektronik yang memiliki masa pakai lebih lama juga dapat mencegah terbuangnya
lebih banyak limbah elektronik, merawat barang elektronik yang telah dibeli
agar masa pakainya bisa lebih lama, memilih perangkat yang tidak memerlukan
aksesoris elektronik lainnya dan mengedukasi orang-orang terdekat tentang
limbah elektronik.
Sedangkan mengumpulkan peralatan elektronik yang
sudah tidak terpakai dan menyerahkannya ke pihak yang ditunjuk untuk mengolah
limbah elektronik seperti layanan jemput e-waste dinas lingkungan hidup
provinsi DKI Jakarta dapat menjadi tindakan penanggulangan (represif) limbah
elektronik yang dapat dilakukan individu.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi yang pesat telah menyebabkan
peningkatan signifikan dalam produksi limbah elektronik (e-waste), yang
menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. E-waste,
yang mencakup berbagai perangkat elektronik yang tidak lagi digunakan,
mengandung bahan beracun seperti merkuri dan flame retardant yang berbahaya.
Selain itu, e-waste juga memiliki potensi ekonomi yang besar karena kandungan
logam berharga seperti emas, tembaga, dan besi. Untuk mengurangi dampak negatif
e-waste, diperlukan upaya preventif seperti mengurangi konsumsi berlebihan,
memilih produk dengan masa pakai panjang, dan merawat perangkat elektronik,
serta upaya represif seperti mendaur ulang melalui layanan pengelolaan limbah
elektronik. Solusi berkelanjutan dan kesadaran masyarakat sangat penting untuk
menciptakan masa depan digital yang lebih bertanggung jawab.
Ditulis oleh Muhammad Aflah Gandadewata
Referensi
Baldé, C. P., Kuehr, R., Yamamoto, T., McDonald, R., D’Angelo, E.,
Althaf, S., ... & Wagner, M. (2024). Global e-waste monitor 2024.Global
E-waste Monitor 2024. Geneva/Bonn.
Basel Action Network (n.d.). Electronic Waste. https://www.ban.org/e-waste.
Diakses pada 12 Februari 2025
Green Science Policy Institute (n.d.). Flame Retardants do they save
lives or cause harm?. https://greensciencepolicy.org/harmful-chemicals/flame-retardants/.
Diakses pada 13 Februari 2025
Statista (2024).
Leading countries based on electronic waste generation worldwide in 2022. https://www.statista.com/statistics/499952/ewaste-generation-worldwide-by-major-country/.
Diakses pada 12 Februari 2025
Widmer, R.,
Oswald-Krapf, H., Sinha-Khetriwal, D., Schnellmann, M., & Böni, H. (2005).
Global perspectives on e-waste. Environmental
impact assessment review, 25(5),
436-458.
Zero Waste Indonesia (n.d.). Penjelasan Lengkap Mengenai Apa Itu
E-Waste?. https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/apa-itu-e-waste/.
Diakses pada 13 Februari 2025